Jumat, 02 Mei 2014

Untaian Hikmah yang pernah ku ukir




Malam ini begitu dingin dan berbeda dari malam – malam sebelumnya.  Terasa menakutkan dan mencekam. Di sela-sela dinginnya malam, ku dengar sayup-sayup orang membaca Surat Yasin. Entah kenapa terasa dekat olehku hingga membuat jantungku berdegup semakin lama semakin kencang.Berbeda juga dari hari-hari biasanya, saat ku baca bahkan saat ku dengar surat yasin terasa biasa, namun kali ini terasa berbeda. Aku mulai diburu rasa penasaran. Akhirnya ku putuskan untuk berjalan perlahan, mencari asal suara orang yang membaca surat Yasin.Ku langkahkan kakiku walau terasa berat karena dinginnya angin malam. Semakin ku melangkah, semakin keras suara yang ku dengar. Langkahku terhenti, karena ku rasa aku sudah tahu asal suara itu. Tapi.... deg!
Betapa terkejutnya, ketika aku tahu bahwa suara tersebut berasal dari dalam  rumahku.Jantungku semakin keras memompa darah ke seluruh tubuh. Keringat bercucuran walau ku rasa angin malam ini begitu dingin dan mencekam menusuk hingga tulang sum-sumku. Langkahku menciut ketika akan  memasuki rumah, perlahan ku langkahkan kakiku menuju teras rumah dan selanjutnya ruang tamu rumah. Betapa terkejutnya aku ketika mataku tertuju pada orang – orang yang berada di dalam rumahku. Ku lihat ayah, ibu dan adik-adikku menangis sambil terus membaca surat Yasin. Ya Alloh.. ada apa ini?? Lalu, siapa yang sedang tidur di depan keluargaku, terbujur kaku dan membuat keluargaku sampai menangis tak terbendung??? Bejuta tanya memenuhi benakku.
aku berusaha langkahkan kakiku lagi, walau perlahan terasa melumpuh. Aku berusaha sekuat tenaga agar berjuta tanya yang memenuhi benakku terbayar lunas. Aku dekati jenazah yang telah dibungkus dengan kain kafan itu dengan wajah yangtelah ditutup selembar kain batik. Ku buka perlahan kain batik yang menutupi wajah jenazah itu. Tubuhku menggigil, wajahku pucat pasi, lidahku kelu tak mampu berkata setelah aku tahu bahwa jenazah itu adalah aku. Air mataku mengalir deras dan perasaan takut memenuhi disetiap sudut dari sendi-sendi tubuhku.
Kehidupan yang telah lalu tergambar dalam pikiranku. Betapa menyesalnya aku saat ku ingat saudariku dan sahabat-sahabatku berkali-kali mengingatkan bahwa menuntut ilmu islam adalah suatu kewajiban yang harus ditunaikan, namun hanya aku hanya berkata, “iya, insyaAlloh nanti ya”. Aku hanya berkata nanti, nanti dan nanti, dan sekarang sudah tak ada lagi kesempatan untukku karena aku telah tiada.Di suatu waktu,saat Alloh masih memberikan nafas untukku, Ibu dan ayah telah mengingatkan aku berkali-kali untuk berhijab, aku juga telah membaca beberapa artikel tentang wajibnya menutup aurat. Aurat wanita adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan, disana juga dijelaskan bahwa menutup aurat tidaklah sama dengan membungkus aurat. Bagaimana perintah tersebut sudah difirmankan Alloh dalam Al Qur’an, Yakni surat An Nur ayat 31 dan surat Al Azhab ayat 59. Walau aku enggan untuk menanyakannya kepada sahabatku yang jauh lebih mengerti dan memang telah berhijab lebih dulu, namun sudah begitu jelas perintah itu ku ketahui. Dan lagi, aku malah mengabaikan perintah itu dan tak mau menutup aurat sesuai syariat islam.Kini semua terasa pecuma, sesal tiada guna dan siksa menanti di depan sana. Aku menangis sejadi-jadinya, sambil memohon ampun kepada Alloh agar Dia mengembalikan nyawaku dan memberi tangguh kepadaku agar aku bisa memperbaiki diri dan bertobat dengan sebenar-benarnya tobat. Aku benar-benar mengalami ketakutan yang begitu dahsyat, saat orang-orang mulai mengiring jenazahku menuju pemakaman. Ku lihat duka terlukis di wajah keluargaku dan sahabat-sahabatku, belum sempat juga aku meminta maaf kepada mereka atas semua kesalahanku. Ya Alloh siksa apa yang akan Engkau berikan padaku sebentar lagi? Tubuhku seperti lumpuh total. 
Ku lihat ibu masih terus menangis dan menyebut namaku perlahan. Suara ibuku sayup-sayup terdengar oleh telingaku. Aku begitu terkejut kudapati diriku berada di dalam kamar dan masih berselimut hangat, ku lihat ibuku tersenyum menatapku sambil berkata, “bangun, nak.. ayo kita sholat tahajud bersama sebelum sahur, ayah dan adik-adikmu sudah menunggu di ruang sholat”. Ku tatap wajah ibu yang begitu teduh, ibu yang telah melahirkanku dan mendidikku, ibu yang cantik dan sederhana dengan kerudung dan jilbab yang selalu menutup auratnya. Aku tak mampu membendung air mataku. Ku peluk ibuku erat-erat dengan berderai air mata. Aku sadar, ternyata aku hanya bermimpi. Alloh telah menegurku dengan cara yang begitu lembut, Alloh masih memberiku kesempatan untuk bertobat. Ibuku memandangku dengan penuh tanda tanya, tapi tak kuceritakan semua mimpiku pada ibu, biarlah hanya aku dan Alloh yang tahu, dan jika suatu saat aku harus menceritakannya, akan aku ceritakan dengan harapan membawa kebaikan bagi sesama.
Aku mengambil air wudhu dengan penuh khidmat. Aku merasa seperti seorang mualaf, yang akan berhijrah menuju jalan yang diridhoi-Nya. Sujudku malam ini begitu khusyuk. Aku merasakan kenikmatan yang sangat indah dengan bermunajat kepada-Nya. Aku larut dalam linangan air mata tobat. Ketika ayah, ibu dan adik-adikku selesai dan keluar dari kamar sholat, aku masih ingin berdua-duaan dengan Alloh. Aku begitu merindukan Alloh dan aku sangat bersyukur atas kesempatan dan peringatan yang telah Alloh sampaikan melalui mimpiku. Dalam sujud aku berazam, akan berusaha menaati semua perintahNya dan menjauhi semua larangan-Nya, aku akan berusaha menjadi wanita yang shalihah dengan menuntut ilmu islam sebaik-baiknya. Semoga Alloh membimbing langkahku agar aku tetap istiqomah dan semoga Alloh meridhoiku di akhir hayatku.. aamiin
----------------------------  selesai  ----------------------------------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar