Sabtu, 10 Mei 2014

Ana adalah Muhammad, Aku adalah Muhammad!


Seorang lulusan Oxford bertanya:
“Apa makna ana dalam syahadat? Apa makna ana dalam syahadat itu sama dengan ana aku.”
Ia pun kemudian  melanjutkan.”Jika ana itu aku, berarti ana Muhammad, bermakna aku adalah Muhammad.”

Lulusan Oxford itu bertanya pada temanku. Dan temanku bertanya padaku.
Lantas aku berpikir bahwa seseorang harus “menjadi” Muhammad dalam kehidupannya.
Aku adalah Muhammad bukan berarti aku duplikat Muhammad, kloningnya penghulu para rasul yang mulia itu.
Aku sehrusnya berusaha. Ana harus tekun menyerupai tingkah laku al Amin.  Jika tidak –dan sejujurnya tak mungkin bias karena sejarah hidupku kacau balau, dan aku baru melakukan start, maka dengan sisa bonus umurku yang tanpa garansi ini--, aku harus berusaha payah untuk menjalani apa yang dilakukannya, berusaha payah untuk memasukkan ajarannya ke dalam kehidupanku.
Hal seperti ini cocok dengan konsepsi Budhisme yang pernah kupelajari. Bahwa di dalam aliran Budha terbesar ada statement yang mengatakan “Jadilah Budha!”
Budha adalah Nirwana. Nirwana adalah kondisi tercerahkan. Bukankah suasana cerah selalu menetramkan?
Ah, Budhismememang berbeda dengan Islam, tetapi ada beberapa ajarannya yang memiliki irisan dengan pemaknaan yang kucari di dalam khasanah keyakinan yang kuanut. Tapi, harus kuakui itu hanya pemaknaan.
Lantas, tahukah selanjutnya apa yang kutemukan?
Aku menelepon sahabatku…
“Ri, ana  dalam syahadat sama nggak dengan ana dengan penyebitan aku dalam bahasa Arab?”
Dan dengan jelas dan yakinnya dia mengatakan..
“Jelas beda. Ana dalam syahadat yang bermakna sesungguhnya, menggunakan susunan alif nun. Jadi a---n---n---a bukan a---n---a. sedangkan ana bermakna aku, susunan hurufnya alif nun alif”.
“Lu yakin?”
“Insya Allah yakin!”
Hm, hm. Inilah titik penting mempelajari bahasa Arab untuk menjelaskan kebingungan aku dan temanku dapat.
Untungnya aku dan temanku itu tidak sok tahu seperti Darmogandul dan Ghotoloco. Untunglah kami sama-sama berpikir fair, bahwa ada permainan grammar di dalam anna.
So… ana anna Muhammad?
Tidak! Anna Divan
And who’s beside me?
Al Arief Muchlis (Teman yang menyatakan hal itu)
Dan siapakah kamu?
Sudah terdevinisikah dirimu.
                                                                                                                          (di sebuah Gazebo)

[dari sebuah buku karya Divan Semesta dengan judul "Buried Alive" yang ku ketikkan kembali dengan jemariku].


1 komentar: