Jumat, 02 Mei 2014

Karya Masa Laluku




                                                                Aku Ingin Bunda Disini 
 Pagi yang cerah. Matahari, burung-burung, angin, pepohonan, semua telah siap melaksanakan tugas masing-masing. Semua begitu bersemangat menjalankan tugas dari Sang pencipta untuk membuat dunia ini lebih indah. Tapi tidak sepertiku, yang kebanyakan murung dan malas untuk menjalani hari-hari, terutama jika disuruh pergi ke sekolah, hati ini begitu malas. Ada rasa takut yang selalu menyelinap dalam diriku. Mereka semua seperti hantu bagiku. Hanya bersama teman-teman sepermainan kampung aku merasa lebih damai dan bahagia.
“Renaaa, Sudah siang, waktunya sekolah jangan di kamar terus! Kakek tahu kamu sudah bangun, ayo cepat mandi! Itu air hangatnya sudah kakek siapkan!” teriak  kakek membangunkan lamunanku.
“iya kakeeek, sebentaar.” setelah merapikan tempat tidur  aku segera menuju kamar mandi agar tidak diomelin terus. Aku malas sekali mendengar omelan kakek, setiap kali marah padaku, kakek selalu membandingkan aku dengan kakakku yang memang lebih rajin dan pintar dariku. Aku sadar kakakku memang selalu mendapat predikat baik sejak bersekolah di Taman Kanak-Kanak, tapi seharusnya kakek juga sadar, bahwa aku tidak tinggal bersama kedua orang tuaku dan tidak mendapat bimbingan yang seperti kakakku dapatkan. Aku juga ingin disayang, aku juga ingin diperhatikan seperti kakakku.
“selesai mandi, segera ganti baju dan sarapan. Lalu berangkat ke sekolah. Kamu itu harus yang rajin kalau sekolahsupaya jadi orang sukses. Jangan malas, contoh itu kakakmu rangkingnya selalu 3 besar dan nilainya bagus-bagus” tanpa banyak bicara segera aku menuju kamar mandi dan BRAK!! Ku tutup pintu kamar mandi dengan perasaan yang sangat kesal dan marah karena mendengar omelan-omelan yang setiap hari tidak pernah absen dari mulut kakek saat menasehatiku. Aku tahu, sebenarnya niat kakek baik, aku tahu kakek juga menyayangiku, tapi aku tidak suka cara kakek menasehatiku. Aku selalu dibanding-bandingkan dengan kelebihan kakakku.
***
Pukul 06.45, masih 15 menit lagi bel masuk kelas akan berbunyi. Huuft, hatiku sangat berdebar-debar, tanganku berkeringat setiap akan masuk kelas. Semua itu karena aku takut dengan guru dan teman-temanku. Sejak aku di Taman Kanak-Kanak sampai kelas 4 SD selalu seperti ini, aku hanya punya 1 teman di sekolah, itupun masih saudaraku sendiri, tak pernah brkurang ataupun bertambah.Aku sebenarnya juga heran, kenapa aku harus takutdengan mereka? Mereka kan juga manusia, sama seperti aku. Sama-sama makan nasi, sama-sama butuh tidur. Tapi aku juga sedih, kenapa teman-temanku selalu memusuhiku? Mereka selalu menyalahkan aku. Dan yang paling membuatku sedih adalah anak laki-laki di kelasku selalu pilih kasih dalam memperlakukan aku dengan teman-teman perempuanku yang lain. Mereka bilang aku jelek, dan perlakuan mereka terhadapku sungguh mengesalkan hati!
Teeett teeett teeett...! bel tanda masuk kelas sudah berbunyi, saatnya pelajaran dimulai. Aku masuk kelas dan duduk di bangku deretan kedua dari belakang. Sahabatku hari ini sedang sakit dan tidak masuk sekolah, jadi  hari ini aku duduk sendirian. Sendiri dalam keramaian, sungguh menyedihkan.
“selamat pagi anak-anak! Sebelum pelajaran di mulai, mari kita berdoa dulu agar ilmu yang ibu ajarkan hari ini bermanfaat. Clara, kamu yang pimpin doa ya, nak.” Sambil mulai mengambil tempat  duduk, bu Nur menyuruh temanku untuk memimpin doa.
“Baik, Bu..” Jawab clara sambil mulai memimpin doa. Clara adalah salah satu teman di kelasku yang tergolong pintar dan cantik. Dia sangat aktif di kelas, teman-teman begitu segan padanya, begitupun aku. Pernah suatu ketika bu Nur menyuruhku untuk pindah tempat duduk bersebelahan dengan clara, rasanya sungkan sekali ketika ingin mengajaknya bicara, karena clara sendiri juga selalu diam ketika duduk denganku. Padahal aku ingin sekali belajar banyak hal pada clara, karena aku merasa jika aku pintar seperti clara aku akan lebih tenang dalam menghadapi segala situasi di sekolah terutama di kelas, jantungku juga tidak akan berdebar dan tanganku juga tidak berkeringat karena gugup. Dan aku juga pasti disayang dan dipuji oleh kakek. Terus kalau orang tuaku datang menjengukku mereka pasti akan bangga denganku dan bunda pasti tidak akan memarahiku lagi seperti sebelumnya karena aku mendapat nilai jelek.
“Ehem, Rena!” panggilan bu Nur langsung membuyarkan lamunanku.
“Ii iya, bu..?” jawabku terbata dan seperti biasa jantungku berdebar dan tanganku mulai berkeringat.
“Dari tadi melamun saja, ibu pindah saja ya tempat duduknya” sambil memandangi bangku yang kosong akhirnya bu Nur menemukan tempat yang pas untukku. “kamu pindah duduk di sebelahnya jerry” perintah bu Nur sambil menunjuk bangku yang kosong itu.
“Baik, bu..” jawabku dengan suara yang hampir tidak terdengar. Ku langkahkan kakiku dengan sangat berat menuju bangku sebelah jerry, aku paling malas kalau disuruh duduk sebelahan dengan anak laki-laki. Mereka jahat dan suka menghinaku. Karena di sekolahku ini satu meja untuk dua anak, akhirnya tempat dudukku ku tarik sampai ke meja yang paling pinggir agar jarak duduk kami berjauhan.
“Eh, jelek! Emang aku suka apa duduk di sebelah kamu?! Aku juga nggak suka tahu!” sambil memandangku sinis, jerry menjauhkan tempat duduknya dariku juga. Aku hanya meliriknya dengan pandangan seolah menantang, padahal sebenarnya perasaanku tak karuan karena takut kalau  nanti dihadang jerry dan teman-temannya sepulang sekolah. Segera ku buang rasa takutku itu dan serius mengikuti pelajaran, karena bu Nur sudah mulai menjelaskan materi baru, tentang perkalian dan pembagian dalam bilangan ribuan.
***
Teeet teeet teeet! Akhirnya, bel tanda pulang telah berbunyi, aku bergegas membereskan semua peralatan tulis yang di atas meja.
“Anak-anak, sebelum kita pulang mari kita berdoa terlebih dahulu, agar kita diberikan keselamatan dalam perjalanan pulang nanti, berdoa dipersilahkan”
“selesai!”
“memberi salam” ucap ketua kelasku dengan penuh semangat.
“Asssalaamu’alaikum warohmatullohi wa barokatuh!” dengan penuh semangat aku dan teman-teman memberi salam kepada bu Nur dan bergegas pulang sambil menyalami bu Nur satu persatu.
***
Matahari begitu terik siang ini, aku bergegas menuju rumah, karena matahari yang semakin tinggi seolah membakar ubun-ubunku. Akhinya aku sampai juga di halaman rumah.
“Assalaamualaikum, aku pulang, kek.”
“waalaikumussalaam, istirahat sebentar setelah itu makan ya, nak. Jangan lupa sholat dan mengerjakan PR .” seorang wanita dengan lebut menyambut kedatanganku.
“bunda!” sontak aku kaget dan langsung lari memeluk bunda.
“Bunda kapan datang? Rena kangeeen sekali sama bunda.”
“Bunda tadi datang jam 11, nak. Bunda juga kangeeen sekali sama rena, ya sudah, rena ganti baju dulu langsung sholat ya, bunda siapkan dulu makan siangnya”
“baik, bunda!” dengan penuh semangat aku melaksanakan perintah bunda.
Tidak seperti hari biasanya, aku begitu malas kalau disuruh kakek ganti baju, tapi karena hari ini yang menyuruh bunda aku jadi lebih semangat. Aku begitu bahagia kalau bunda disini, bunda itu selalu sabar dan telaten dalam membimbingku, hanya saja kalau bunda sedang silaturahim ke rumah tetangga selalu saja sepulangnya dari sana aku dimarahi, para tetanggaku selalu bilang kepada  bunda kalau aku main terus dan nggak nurut sama kakek.
“Bunda, tolong buatkan telur dadar, yaa”
“Iya, nak bunda buatkan. Sekarang rena sholat dhudur dulu, yaa”
“asiik! Iya bunda” sambil menuju tempat wudhu.
***
Malam ini sangat menawan, ku tatap langit berhiaskan gemerlap bintang dan senyum sang rembulan yang tiada redup dan menyinari bumi sepanjang malam, indah sekali. Kali ini hatiku sangat kompak dengan susana malam, begitu indah dan bahagia. Terima kasih Ya Allah, karena malam ini aku bisa bersama bunda menatap langit malam yang cerah dan indah.
“bunda, bunda! Bunda tidur disini saja ya, malam ini, kak nadia biar sama ayah aja.”
“hmm, gimana ya?? Iya sayang, bunda memang malam ini mau nemenin rena.” Sambil tersenyum manis bunda mencubit pipiku.
“horee!! Beneran ya bunda? Nanti bunda tidur sama rena yaa.”
“iyaa, rena sayang.”
Malam ini begitu indah, rasanya aku tak ingin segera berakhir. Aku ingin setiap hari bunda disini menemani hari-hariku.
***
“Rena, bangun nak. Segera mandi,  waktunya sekolah” suara bunda menyadarkan aku dari mimpi.
“hoamh, sebentar ya bunda, masih ngantuk nih”
“loh, ayo bangun, nak. Nanti bunda buatkan telur dadar spesial deh. Terus nanti sebelum berangkat sekolah  rambut rena bunda kepang kuda.”
“waah, iya deh rena bangun” sambil tersenyum untuk bunda aku segera menuju kamar mandi.

Setelah mandi dan sarapan aku segera menghampiri bunda agar mennyisir dan mengepang rambutku.

“Bunda, rena itu sebenarnya malas sekali kalau ke sekolah, teman-teman rena jahat sama rena bunda, mereka selalu merendahkan rena. Rasanya sebeel, bunda!”
“Renaa, mungkin teman-teman rena itu hanya bercanda saja, jmereka sebenarnya sayang kok sama rena. Rena, kamu itu harus belajar yang rajin biar pintar, biar nanti kalau ditanya atau disuruh maju sama bu guru dan pak guru rena bisa menjawab dengan baik. Selain itu kamu juga akan lebih dihargai teman-temanmu, nak” Nasehat bunda sungguh membuatku lebih tenang, tapi aku masih merasa kalau bunda tidak disini aku juga tidak akan bisa rajin dan disiplin seperti ketika ada bunda. Karena bunda adalah semangatku, bunda adalah senyumku.
“iya bunda, tapi kenapa bunda tidak menemani rena saja atau membawa rena bersama bunda ke kota? Kenapa nggak kak nadia aja yang disini, bunda??”
“Rena, bukannya ayah dan bunda tidak sayang sama rena. Ayah dan bunda sayang kok sama rena.Sudah, rena sekarang berangkat sekolah ya, sudah siang, nak.”
“Bunda belum jawab pertanyaan rena”
“nanti pasti bunda jawab, sekarang rena ke sekolah dulu ya”
“iya, bunda” sambil berpamitan dengan bunda dan kakek aku bergegas menuju ke sekolah.
Sejuta tanya masih memenuhi kepalaku karena bunda belum menjawab pertanyaanku. Sepulang sekolah nanti akan aku tanyakan pada bunda, gumamku dalam hati.
***
Siang ini tidak terlalu panas, mendung bergelayut manja menghalangi sinar sang mentari. Ku langkahkan kakiku secepat mungkin. Aku ingin segera sampai di rumah dan segera menanyakan  kepada bunda tentang jawaban dari pertanyaan tadi pagi yang masih menjadi tanda tanya besar di kepalaku.
“Assalaamualaikum!”
“Waalaikumussalaam”
“kakek, bunda mana? Kok tidak terdengar suara bunda ya?” tanyaku sambil mencari-cari bunda di setiap ruangan dengan perasaan yang mulai tak tenang.
“bunda kamu sudah pulang, nak” jawab kakek sambil menyiapkan mengelus lembut rambutku.
“Pulang kemana, kek?! Ini kan juga rumah bunda?” Tubuhku mulai melemas karena menahan air mata. 
“kenapa bunda tidak menungguku pulang, kek?? Kenapa?? Aku pun tak dapat membendung air mata.




“kakakmu masuk rumah sakit lagi, bunda kamu panik, jadi tadi langsung pulang. Rena jangan sedih ya, kan masih ada kakek. Oh iya, ini tadi surat dari bundamu.” Sambil menenangkan perasaanku kakek memberikan surat dari bunda.
Aku segera menuju kamar dengan linangan air mata dan ku baca surat dari bunda.

Untuk: Rena anak tersayang Ayah dan Bunda
“Rena sayang, maafkan bunda ya, nak. Bunda pulang nggak pamit dulu sama rena. Kakak kamu, kak nadia sakit, kakakmu masuk rumah sakit lagi. Bunda berharap rena bisa mengerti ya, nak. Bunda sayang sama rena.
Oh iya, tentang pertanyaan yang rena tanyakan tadi pagi, sebenarnya kenapa bunda nggak tinggal sama rena, itu karena bunda harus merawat kakak kamu, bunda juga punya tanggung jawab sebagai istri buat ayah kamu. Bunda tahu, rena juga anak bunda, rena juga tanggung jawab bunda, tapi kakek kamu sendirian, nak. Kalau rena ikut sama bunda ke kota, tinggal bersama ayah, bunda dan kak nadia, kasihan kakek kamu nanti sendirian. Kakek juga butuh teman, nak. Kakek juga sayang kok sama rena. Bunda berharap rena bisa mengerti ya, nak.
 Terus, kenapa bukan kak nadia yang tinggal sama kakek, itu karena kakak kamu sedang sakit parah, nak. Rena tahu sendiri kan kalau penyakit kakakmu sering kumat dan kakakmu sering pulang-pergi rumah sakit? Dan tidak mungkin kalau kakek harus merawat kakakmu. Itulah nak sebabnya kenapa ayah dan ibu memilih rena yang tinggal bersama kakek, menemani kakek di desa.
Maafkan ayah dan bunda ya, nak. Bunda yakin rena akan menjadi gadis yang kuat dan luar biasa. Belajar yang rajin ya rena, nurut sama kakek, jangan nakal. Pasti nanti rena punya banyak teman.
Kakek pasti akan menjaga rena kok, Allah juga akan selalu menjagamu, nak. Pasti.
Jangan lupa sholat dan ngaji ya, nak. Biar semakin disayang sama Allah.
Salam sayang selalu untuk anakku tersayang, rena.
 Dari bundamu yang selalu menyayangi dan mendoakanmu.”





Surat bunda semakin membuat air mataku mengalir deras, aku tak tahu harus berkata apa, lidahku seperti tak mampu mengeluarkan kata-kata. Ku tatap langit siang ini, perlahan rintik hujan mulai datang dan semakin deras. Entah berapa tahun lagi aku harus menantikan bunda untuk datang kembali. Ku harap Allah mendengar rintihan hatiku, begitupun bunda.
Aku ingin bunda disini..

*** end***


Oleh: Mona Andriana

1 komentar: